Jakarta, Minggu 30 November 2025 – Sanggar Seni & Budaya Wadian Tambai (SSBWT) dari Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, resmi menjadi perwakilan Kalimantan Selatan dalam ajang nasional Parade Tari Nusantara 2025 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Mereka tampil membawakan tari berjudul “Surung Lalan” yang menggambarkan peran penting Patati dalam ritual pengobatan tradisional Maiwu di masyarakat Dayak Halong.
SSBWT mendapat kepercayaan mewakili Kalsel setelah sebelumnya meraih juara pada Festival Karya Tari Daerah (FKTD) Kalimantan Selatan 2025. Dalam ajang yang digelar di Balairung Sari, Taman Budaya Kalsel, sanggar ini menyabet kategori Penyaji Tari Terbaik, Penata Busana Terbaik, dan Penata Tari Terbaik melalui garapan yang sama, “Surung Lalan”. Prestasi itu kemudian mengantarkan mereka ke panggung Parade Tari Nusantara tahun ini.

Parade Tari Nusantara di TMII sendiri merupakan perhelatan tahunan yang sudah berjalan lebih dari empat dekade dan menjadi salah satu ikon pelestarian budaya Indonesia. Kegiatan ini menampilkan karya tari baru berbasis tradisi dari berbagai daerah dan menjadi ajang bagi perwakilan provinsi menunjukkan kreativitas sekaligus memperebutkan Piala Bergilir TMII. Tahun 2024, sedikitnya 15 provinsi tercatat berpartisipasi di parade tersebut, termasuk Kalimantan Selatan, sehingga edisi 2025 diperkirakan akan tetap diikuti banyak daerah.
Di panggung TMII, SSBWT menampilkan “Surung Lalan” sebagai tafsir panggung atas ritual Maiwu di Desa Kapul. Dalam tradisi Dayak Halong, Maiwu dikenal sebagai rangkaian upacara penyembuhan untuk sakit yang dipercaya berkaitan dengan gangguan roh dan dilanjutkan sebagai wujud syukur ketika pasien dinyatakan pulih. Ritual ini dipimpin balian atau wadian, dengan iringan musik tradisional seperti kelong, kasapi, dan tabuhan gendang yang menjadi “detak jantung” upacara.
Tarian “Surung Lalan” menonjolkan sosok Patati, pendamping balian dalam upacara Maiwu. Patati digambarkan sebagai figur yang membantu mempersiapkan perlengkapan, mengatur jalannya prosesi, sekaligus menjadi penggerak fisik dan spiritual agar upacara dapat berlangsung tanpa hambatan. Dalam koreografi, peran itu ditampilkan melalui rangkaian gerak berlapis: mulai dari hentakan kaki mengikuti ritme gandrang, ayunan tubuh yang menggambarkan usaha membuka jalan, hingga formasi kelompok yang menunjukkan kerja bersama komunitas. Seluruh rangkaian ini menyatu dengan makna judul “Surung Lalan” yang berarti membuka jalan menuju kesembuhan.
Keikutsertaan SSBWT di Parade Tari Nusantara 2025 juga menjadi bagian dari upaya lebih luas untuk memperkenalkan warisan budaya Dayak Meratus–Dayak Halong di tingkat nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, Desa Kapul aktif menggelar berbagai agenda, seperti Festival Budaya Meratus dan upacara adat Aruh Baharin, yang mendapat dukungan pemerintah daerah karena dinilai mampu merawat tradisi sekaligus menggerakkan pariwisata dan ekonomi kreatif masyarakat setempat.
Pembina SSBWT, Yansyah, menyebut tampil di TMII sebagai kesempatan langka bagi para penari muda Kapul. Ia menjelaskan, persiapan menuju Parade Tari Nusantara dilakukan melalui latihan intensif, riset budaya, dan penguatan komposisi gerak maupun musik agar pesan tentang peran Petati dan nilai-nilai Maiwu dapat tersampaikan dengan jelas kepada penonton dari berbagai daerah.
Dengan hadirnya “Surung Lalan” di panggung TMII, Kalimantan Selatan tidak hanya mengirim duta seni, tetapi juga membawa cerita tentang daya hidup ritual penyembuhan di pegunungan Meratus, yang kini dikemas ulang dalam bentuk tari modern tanpa meninggalkan akar tradisinya. Pemerintah daerah dan masyarakat Balangan berharap penampilan SSBWT mampu mengharumkan nama Kalsel sekaligus memperkuat identitas budaya Dayak Halong di mata Indonesia.